
Gaza di Ambang Kehancuran: Sistem kesehatan hancur karena blokade Israel
23 Apr 2025 - Berita
Bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena blokade Israel yang terus berlanjut mendorong sistem perawatan kesehatan di wilayah itu ke ambang kehancuran. Dengan ditutupnya penyeberangan perbatasan sejak 2 Maret 2025, aliran pasokan medis penting dan bantuan kemanusiaan telah terputus secara efektif, memperdalam krisis yang sudah mengerikan.
Gudang-gudang medis di Gaza tidak dapat berfungsi lagi, tidak dapat menerima kiriman obat-obatan atau peralatan penting baru. Laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) mengonfirmasi bahwa lebih dari 70% obat-obatan penting kini tidak tersedia. Kekurangan bahan bakar telah menutup departemen-departemen utama rumah sakit, termasuk unit perawatan intensif dan ruang operasi.
Kementerian Kesehatan telah berulang kali memperingatkan bahwa pengepungan ini dapat memicu kehancuran total infrastruktur layanan kesehatan di Gaza. Dengan lebih dari 117.000 korban luka yang dilaporkan sejak perang dimulai, ribuan orang masih dalam kondisi kritis, tanpa akses ke perawatan kesehatan.
Menurut Dr. Alaa Helles, Direktur Jenderal Perawatan Farmasi di Kementerian Kesehatan Gaza, sistem perawatan kesehatan sedang tercekik oleh kekurangan yang ekstrem.
"Lebih dari 37% obat esensial tidak tersedia di gudang kementerian," ungkapnya kepada Anadolu Agency, seraya menambahkan bahwa bahan habis pakai medis yang dibutuhkan untuk semua layanan kesehatan hilang dengan tingkat 59%.
"Kekurangan ini berdampak langsung pada semua spesialisasi dan layanan medis, termasuk perawatan kanker dan penyakit darah," kata Dr. Helles, seraya menyoroti bahwa lebih dari 54% obat terkait tidak tersedia. Pasien dialisis juga berisiko, dengan 24% obat yang diperlukan tidak tersedia dan 23% bahan bedah tidak tersedia.
Dr. Helles lebih lanjut menjelaskan bahwa pusat perawatan primer kekurangan hampir 40% obat-obatan yang dibutuhkan.
“Penderitaan akan semakin parah, dan banyak pasien akan menghadapi komplikasi serius yang dapat menyebabkan kematian di tengah rasa sakit penyakit dan kecemasan keluarga yang tidak memiliki sarana untuk menyelamatkan orang yang mereka cintai,” ia memperingatkan.
Selain memblokir obat-obatan dan makanan, Israel juga menolak masuknya konvoi kemanusiaan yang siap meringankan krisis. Hampir 3.000 truk bantuan penyelamat yang disiapkan oleh UNRWA dan organisasi lain masih terlantar karena penolakan Israel untuk membuka kembali penyeberangan.
Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA, mengutuk kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan kekejaman yang disengaja.
"Sudah 50 hari sejak otoritas Israel memberlakukan pengepungan di Gaza. Kelaparan menyebar dan memburuk; itu disengaja dan buatan manusia. Gaza telah menjadi tanah keputusasaan," tulisnya di platform X.
"Dua juta orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menjadi sasaran hukuman kolektif. Mereka yang terluka, sakit, dan lanjut usia tidak memperoleh obat-obatan dan layanan kesehatan," imbuhnya.
Dampak blokade ini sangat menghancurkan bagi mereka yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan. 9.000 pasien kanker di Gaza kini tidak lagi mendapatkan terapi yang dapat menyelamatkan nyawa.
Pada saat yang sama, 15.000 orang dengan cedera parah memerlukan operasi mendesak yang tidak dapat dilakukan karena kekurangan bahan.
Laporan dari lembaga internasional menggambarkan situasi ini lebih dari sekadar krisis kemanusiaan; ini adalah bencana yang dikelola secara sistematis. Penahanan makanan dan obat-obatan secara sengaja, yang digunakan sebagai alat tawar-menawar selama masa perang, merupakan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.