
Dua Tahun Genosida, Ribuan Masih Hilang
07 Oct 2025 - Berita
Dua tahun setelah serangan brutal Israel terhadap Jalur Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, nasib ribuan warga Palestina masih diselimuti ketidakpastian. Pusat Palestina untuk Orang Hilang dan Hilang Paksa (PCMD) menggambarkan tragedi orang hilang ini sebagai salah satu dimensi paling kejam dari genosida yang terus dilakukan penjajah Israel terhadap penduduk Gaza yang terkepung.
Dalam pernyataan pada Selasa, PCMD menyebut ribuan keluarga hingga kini masih mencari orang-orang terkasih di antara reruntuhan, kuburan massal, dan penjara-penjara Israel, tanpa mendapatkan informasi yang kredibel tentang keberadaan mereka. Diperkirakan antara 8.000 hingga 9.000 warga Palestina hilang atau dihilangkan secara paksa, sementara laporan resmi sejauh ini hanya mencakup sekitar 5.000 kasus.
PCMD menegaskan, angka tersebut kemungkinan jauh dari kenyataan karena agresi militer Israel yang masih berlangsung, pemadaman komunikasi yang berulang, akses terbatas ke wilayah yang hancur, dan kehadiran militer penjajah di sebagian besar Jalur Gaza.
Berdasarkan data PCMD, sebaran kasus orang hilang adalah: 17 persen dari Kegubernuran Utara, 26,4 persen dari Kegubernuran Gaza, 9,5 persen dari Kegubernuran Tengah, 8,4 persen dari Khan Yunis, dan 6,9 persen dari Rafah, sementara 18 persen lainnya belum teridentifikasi asalnya. Hari pertama serangan Israel mencatat jumlah orang hilang tertinggi. Sebanyak 371 orang lenyap hanya dalam beberapa jam pertama pemboman.
Selain mereka yang tertimbun di bawah reruntuhan, ribuan lainnya diyakini hilang di dalam penjara-penjara Israel. Penjajah Israel, menurut PCMD, menolak mengungkapkan di mana mereka ditahan atau dalam kondisi apa, pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional. Lembaga itu juga menyoroti kebijakan Israel yang menahan jenazah para tahanan, menolak mengembalikannya kepada keluarga mereka, dan dengan demikian mengingkari hak dasar manusia untuk berduka, menguburkan, dan mencari keadilan.
“Praktik-praktik ini,” tegas PCMD, “mencerminkan kebijakan penyembunyian yang disengaja — dirancang untuk melanggengkan penderitaan, menghapus bukti, dan meniadakan akuntabilitas. Ini adalah bagian dari kampanye sistematis hukuman kolektif dan pemusnahan yang memenuhi definisi genosida.”
PCMD mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk mekanisme internasional independen untuk mengungkap nasib orang-orang yang hilang di Gaza. Lembaga itu juga meminta Komisi Internasional untuk Penghilangan Paksa (ICCP) menekan Israel agar merilis daftar resmi seluruh orang hilang, tahanan, serta mereka yang dikubur di kuburan massal.
Selain itu, PCMD menyerukan agar masyarakat internasional menekan Israel membuka akses bagi tim penyelamat khusus dan peralatan pencarian untuk menemukan serta mengidentifikasi jenazah yang masih terperangkap di bawah reruntuhan.
“Ketidakjelasan yang terus berlanjut mengenai nasib ribuan orang hilang adalah kejahatan yang berkelanjutan, tak kalah mengerikan dari pemboman itu sendiri,” ujar PCMD. “Mengungkapkan nasib mereka bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga keharusan moral dan kemanusiaan yang tidak boleh lagi diabaikan dunia.”
Sejak perang dimulai pada Oktober 2023, penghilangan paksa terhadap warga Gaza meningkat drastis. Sistem peradilan Israel justru memperkuat kejahatan ini dengan melegalkan penyiksaan dan mengizinkan penahanan tanpa akses komunikasi. Ketidakpastian seputar nasib para tahanan dan ketiadaan data yang akurat tentang jumlah maupun kondisi mereka mencerminkan besarnya pelanggaran yang terus terjadi, meskipun tekanan internasional untuk menghentikan agresi dan menuntut pertanggungjawaban Israel semakin kuat.