Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengumumkan pada hari Rabu bahwa mereka telah memulai proses formal terhadap Hungaria karena gagal memenuhi permintaannya untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selama kunjungannya ke Budapest awal bulan ini.

 Pengadilan telah menuntut agar Hungaria menyerahkan tanggapan resminya kepada ICC paling lambat tanggal 23 Mei, yang merinci alasan ketidakpatuhannya.

Hongaria menjamu Netanyahu pada 3 April, meskipun ada surat perintah penangkapan ICC yang dikeluarkan terhadapnya atas tuduhan "melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan" di Jalur Gaza. Surat perintah tersebut, yang dikeluarkan pada 21 November 2024, juga menargetkan mantan menteri perang Israel Yoav Gallant atas dugaan perannya dalam mengatur kekejaman terhadap warga Palestina.

Bertepatan dengan kunjungan Netanyahu, pemerintah Hungaria mengumumkan keputusannya untuk menarik diri dari ICC, sebuah langkah yang secara luas dipandang sebagai upaya untuk melindungi pemimpin Israel dari pertanggungjawaban. Penentangan Hungaria terhadap surat perintah penangkapan ICC dan penarikannya dari pengadilan tersebut telah menuai kritik tajam dari pejabat Palestina, organisasi hak asasi manusia internasional, dan pakar hukum.

ICC menekankan bahwa Hongaria, sebagai penanda tangan Statuta Roma—perjanjian yang membentuk pengadilan tersebut—secara hukum berkewajiban untuk menegakkan surat perintah penangkapan. Dengan mengundang Netanyahu, Hongaria tidak hanya melanggar kewajiban internasionalnya tetapi juga melemahkan kewenangan ICC dan prinsip-prinsip keadilan global.

Pihak berwenang Palestina dan faksi politik mengutuk tindakan Hungaria, menuduh negara tersebut terlibat dalam melindungi individu yang dituduh melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Mereka meminta masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban Hungaria atas kegagalannya dalam menegakkan komitmennya berdasarkan Statuta Roma.