
Tentara Israel Kena Mental! Banyak Alami Trauma Psikologis
04 Jul 2025 - Berita
Lima tentara Israel secara terbuka mengungkapkan pengalaman pribadi mereka selama operasi militer di Gaza, menyampaikan kesaksian yang menggambarkan trauma psikologis mendalam, kekejaman perang, dan kekecewaan moral terhadap tujuan yang mereka jalani. Kesaksian ini, dilaporkan oleh Haaretz, memberikan gambaran yang kontras dengan narasi resmi militer Israel.
Para prajurit yang berasal dari unit-unit elite seperti Pasukan Terjun Payung, Brigade Kfir, Givati, Nahal, dan Yahalom, mengungkap penderitaan emosional akibat dehumanisasi terhadap warga sipil Palestina dan hilangnya kepercayaan mereka terhadap legitimasi perang.
Seorang prajurit muda dari Unit Pengintaian Pasukan Terjun Payung menggambarkan bagaimana ia menemukan tubuh anak-anak yang hancur di reruntuhan rumah di Khan Younis. "Anjing-anjing telah memakan sebagian tubuh mereka, baunya tidak hilang selama berhari-hari," katanya. Ia mengakui keinginannya untuk kabur dari pertempuran, namun tak mampu melakukannya.
Yonatan, 21 tahun, dari Brigade Kfir, mengingat kondisi ekstrem saat bertugas di Jabalia, termasuk insiden ketika komandannya menembak anjing liar dan menyebut mereka "anjing teroris." Namun, momen paling traumatis adalah saat ia menyaksikan sahabatnya tewas dalam ledakan. "Darah memenuhi mulutku, aku membeku. Aku tidak bisa tidur atau makan."
Omer, dari Brigade Givati, mengungkap kehilangan besar yang dialaminya. "Saya kehilangan teman sekolah, rekan satu unit, tetangga. Banyak yang mati sia-sia, tanpa perencanaan, tanpa dukungan." Ia menyebut para tentara bahkan menyimpan surat wasiat di ponsel mereka.
Yair, dari Unit Pengintaian Nahal, menggambarkan kehancuran fisik dan mental selama penugasan. "Rambutku rontok karena stres. Salah satu teman kami gugur. Aku selamat, tapi hancur."
Sementara itu, Ori, 22 tahun, dari unit teknik elit Yahalom, mengaku kehilangan keyakinan terhadap perang. Ia menyatakan awalnya percaya misi mereka adalah untuk melindungi warga sipil, namun berubah pandangan setelah mengetahui sejumlah sandera justru tewas akibat serangan pasukan sendiri. “Ini bukan lagi perang. Ini siklus kematian,” ujarnya. Ia bahkan meminta langsung kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang: “Berhentilah, cukup sudah.”
Kesaksian-kesaksian ini menjadi pengakuan publik yang langka dari dalam tubuh militer Israel, membuka tabir atas tekanan psikologis luar biasa yang dialami pasukan, serta konsekuensi brutal yang terus dirasakan oleh warga sipil Gaza.