Genosida Israel Membuat Sembako "biasa" Menjadi Barang Mahal Black Market

Genosida Israel Membuat Sembako "biasa" Menjadi Barang Mahal Black Market

30 Jun 2025 - Berita

Di tengah perang yang tak kunjung reda, Jalur Gaza kini menghadapi krisis baru yang lebih sunyi namun mematikan: kelaparan. Gula, yang dulunya menjadi bahan pokok sehari-hari, kini berubah menjadi barang langka dan mahal, mencerminkan betapa parahnya kehancuran sistem pangan di wilayah yang terkepung ini.

Harga satu kilogram gula di pasar gelap Gaza melonjak hingga 400 shekel, lebih dari 100 dolar AS, akibat blokade yang menutup hampir semua jalur bantuan dan perdagangan. Gudang kosong, pasokan terputus, dan kebutuhan dasar kini hanya bisa diakses lewat jaringan pasar gelap yang dikendalikan oleh kekuatan dan koneksi.

“Sudah berbulan-bulan tidak ada gula yang masuk,” kata seorang pedagang lokal yang meminta namanya disamarkan. “Yang tersisa ditimbun oleh mereka yang punya kuasa.”

Di lingkungan Shuja'iyya, Abu Muhammad, seorang ayah tujuh anak, hanya bisa menyeruput teh tawar di depan toko kelontong yang tutup. "Kalau saya punya gula," jawab penjaga toko dengan getir, "saya simpan di brankas baja."

Gula kini dijual per ons, ditukar dengan obat-obatan atau pakaian, dan menjadi simbol ekonomi keputusasaan yang makin brutal. Beberapa konvoi bantuan memang berhasil masuk, namun pasokan terbatas ini kerap disalurkan ke pasar gelap sebelum sampai ke warga yang membutuhkan.

Krisis kelaparan ini melampaui soal kalori. Lebih dari 876.000 warga Gaza menghadapi kerawanan pangan akut, termasuk sekitar 60.000 anak yang mengalami malnutrisi parah. Kondisi tubuh mereka, menurut dokter, "seperti kerangka berbalut kulit."

“Bayangkan, saya tidak minta kue atau daging,” ujar Umm Anas, seorang ibu di Khan Younis. “Saya hanya ingin sesendok gula untuk teh anak-anak saya.”

Kerem Shalom, satu-satunya jalur komersial utama Gaza, masih sebagian besar ditutup sejak Oktober 2023. Upaya distribusi bantuan terus terhambat oleh pembatasan militer Israel dan minimnya akuntabilitas.

Badan kemanusiaan menyebut situasi ini sebagai hasil dari “kekacauan yang disengaja” dan "strategi kelaparan yang sistematis". UNRWA dan organisasi masyarakat sipil menuduh Israel menggunakan kendali atas pasokan sebagai bentuk hukuman kolektif.

“Kelaparan ini bukan karena tidak ada makanan di dunia,” kata seorang pekerja bantuan Palestina. “Kami kelaparan karena gerbangnya ditutup dan dunia membiarkannya tertutup.”

Di Gaza hari ini, perjuangan bukan sekadar soal politik atau wilayah. Ini adalah pertarungan untuk bertahan hidup, bahkan hanya untuk memperoleh sesendok gula, simbol kecil dari kehidupan yang layak, yang kini terasa begitu jauh dari jangkauan.

Bagikan

Baca Berita Terbaru Lainnya

Join Us!